Jumat, 08 Juli 2016

Saya ini Guru Killer | Guru apa? | Guru Honor

Diposting oleh Gian Dwi di 22.03
Gak cukup kan kalau sekedar sarjana? Ya, bener. Butuh perjuangan 4 tahun untuk make baju item ama topi segi lima yang ada rumbai-rumbainya itu. Makenya sehari kok. Setelah itu perjuangan idup yang asli baru dimulai. Semua butuh usaha demi mencari sesuap nasi, sebongkah berlian dan seonggok permata. Kadang, ga jarang harus ninggalin kampung halaman lagi. Harus rela bersaing. Harus rela pula jika digaji jauh dibawah UMR. Ini serius. Di Indonesia kesejahteraan guru kurang diperhatikan. Saya berbicara soal guru honorer ya. Bukan yang kesejahteraannya udah dijamin karena udah PNS. Bukan. Harus sesabar apa kami digaji 200-300ribu untuk satu bulan? Kita intip sistem penggajian guru honorer di negara ini. Kita digaji berdasarkan perhitungan jam mengajar. Semisal saya mendapatkan 20 jam dalam seminggu. 1 jam mengajar saya dibayar 20.000. ‘wah lumayan, saya mendapat gaji 1,6 juta perbulan’. Not bad ya. Itu pikir saya. Karena 20jam (seminggu) x 4 (4 minggu dlm 1 bulan)= 80jam. Kemudian 80 jam x 20.000= 1,6. Nyatanya? Tidak seperti itu perhitungannya saudara-saudara. Guru honorer hanya dibayar 1 minggu di awal saja. Jika saya mendapat 20 jam dalam seminggu dan 20.000/jam. 20x20.000= 400.000. 3 minggu ke depan adalah jam mati. Tidak dihitung. Miris. Itulah honor saya yang saya terima. Saya kaget jujur. Saya tidak mengerti sistem penggajian guru honorer. Zaman kuliahpun, saya tidak begitu paham, mungkin karena setiap makul yang saya hadiri. Saya habiskan dengan duduk paling belakang. Bangku depan sudah terisi sama mahasiswa yang dewa berdiskusi. Beda dengan saya, saya lebih cenderung tipe mahasiswi yang ‘lulus-pun-udah-syukur’ atau lebih pantas dikatan saya lolos kuliah, bukan lulus kuliah. Ok skip. Seorang guru honorer ga jarang mencari pekerjaan lain selagi tidak mengajar. Ada yang buat online shop, ada yang menjadi tukang ojek, dagang di pasar. Kalau saya berencana memperjualbelikan soal-soal ujian. Tapi entahlah, saya takut dikebiri sama kepsek. Serius..saya pribadi berjualan nasi uduk dan nasi bakar diluar jam mengajar. Selain itu juga memperjualbelikan akun game seperti CoC atau Clash Royale. Lumayan bisa kebeli make up buat nge-gebet guru olahraga. (lah?!)
Belum lagi peraturan pemerintah yang sudah berubah. Semua guru wajib ikut PPG (Pelatihan Profesionalisme Guru). Akta 4 sudah tidak berlaku. FYI, saya dapat akta 4 sewaktu saya wisuda. Jadi untuk apa diberikan akta 4 jika guru harus melakukan PPG. PPG ini boleh diikuti oleh mahasiswa pendidikan dan non dik. Wait?! Non dik? Saya merasa tidak terima pada awalnya. Masa kami (yang memang kuliah di IKIP dan jurusan pendidikan) merasa posisinya digeser oleh mahasiswa yang mengambil ilmu murni. Contoh, saya jurusan pendidikan ekonomi. Teman saya, jurusan ekonomi. Teman saya ingin menjadi guru? easy.. ambillah PPG. Kami? Mahasiswa pendidikan? Masih tetap harus mengambil PPG. Ah saya pikir rezeki memang sudah ada yang atur kok. No prob lah. Untuk menjadi PNS nih, dengar-dengar guru harus mengabdi di daerah terpencil (nama programnya SM3T). Bagus sih.. pemerintah menggalakkan program ini karena penyebaran guru di Indonesia ga merata. Belum terbayang saya harus pergi mengajar didaerah sulit air, minim penerangan, dan susah sinyal. Bagaimana jika saya harus berjalan puluhan kilo untuk ke sekolah. Mendaki gunung, lewati lembah, sungai mengalir indah ke angkasa. Belum lagi ditengah perjalanan saya terjebak perang suku kemudian saya mati. Perlu dipikir lebih jauh, siswanya saja semangat untuk menuntut ilmu, kok gurunya malah tumbang?

From my deepest heart saya tidak ingin menjadi guru sebenarnya. Karena saya yakin murid saya akan menjadi seperti saya zaman sekolah dulu. Tiba-tiba ke kantin ga balik, tiba-tiba nyontek, tiba-tiba izin bolak-balik wc sampe capek. Tapi beginilah adalanya. Ketahuilah memang Tuhan yang Maha Memantaskan Hamba-Nya

0 komentar:

Posting Komentar

 

Gian Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos